Rabu, 04 September 2019
Rabu, 27 Maret 2019
Memuliakan Guru
Telah lama kita bersama
Dalam sebuah tumpuan ilmu
Mari kita kenang bersama
Akan jasanya seorang guru
Jasa guruku tak terhingga
Aku tak akan melupakannya
Banyak ilmu yang kudapatkan
Jasanya kuingat sepanjang masa
Banyak sudah pengorbanannya
Untuk kemajuan kita bersama
Jangan sampai kita merasa
Semua itu akan sia-sia
Mari-mari kita doakan
Agar dosa guru diampunkan
Jasanya diberikan pahala
Akhirat sana ALLAH bahagiakan
(Jasa Guru – Hawari)
Sungguh manis ilmu yang telah guru berikan. Betapa bermanfaatnya pengalaman hidup yang telah guru bagikan. Luar biasa berpengaruhnya nasihat-nasihat yang guru wariskan, dalam proses pendewasaan kita sebagai individu. Sehingga benar sekali ungkapan bait lagu yang dibawakan oleh tim nasyid Hawari, bahwa ‘jasa guru tak terhingga !’.
Menjadi seorang warga negara Indonesia, merupakan takdir yang sudah ALLAH tetapkan. Tetapi menjadi seorang warga negara, di sebuah negara yang berpenduduk mayoritas muslim, merupakan sebuah keberuntungan. Indonesia yang berstatus sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, dianugerahi corak keislaman yang sangat beragam. Keragaman tersebut, yang membuat pikiran kita pada akhirnya lebih terbuka dalam memaknai hakikat dakwah. Bahwa dakwah Islam memang menuju ALLAH yang satu, tetapi pendekatannya itu lebih dari satu. Sangat beragam.
Keberagaman pendekatan dakwah yang paling konkret ialah dalam hal bermuamalah, khususnya dalam cara kita menghormati seorang guru. Ada sebuah budaya positif yang berkembang di kalangan umat muslim Indonesia, mengenai adab kita menghormati orang yang berilmu/orang yang lebih tua; yaitu mencium tangan. Budaya ini baik adanya. Apalagi mencium tangan seorang guru, bisa menjadi salah satu cara kita mengekspresikan kecintaan kita terhadap orang yang lebih berilmu. Dan inilah pesan sederhana yang ingin coba Islam sampaikan. Bahwa asas penghormatan kita adalah cinta, dan bukan karena rasa takut. Bahkan rasul bersabda:
‘Bukan termasuk golongan kita, orang yang tidak menyayangi generasi muda, dan tidak menghormati generasi tua (H.R. Tarmidzi)’
Betapa besar peran guru dalam kehidupan kita. Tanpa kita sadari, guru ikut membentuk kepribadian kita. Tanpa kita sadari, guru ikut menentukan pergaulan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang shalih. Tanpa kita sadari, guru ikut menentukan pekerjaan kita, menggeluti pekerjaan yang mulia dan terhormat. Dan mungkin, banyak pencapaian besar dalam hidup kita, yang tidak terlepas dari doa guru.
Banyak sekali tindak kriminal di Indonesia, yang lahir dari minimnya seseorang dalam mengenyam dunia pendidikan. Entah itu pendidikan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, maupun pendidikan karakter. Sungguh mulianya menjadi seorang guru. Dan bait terakhir lagu jasa guru, merupakan pesan baik yang harus kita maknai dan praktekkan dalam hidup keseharian:
‘Mari-mari kita doakan, agar dosa guru diampunkan, jasanya diberikan pahala, akhirat sana Allah bahagiakan..’.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2015/03/30/66663/memuliakan-guru/#ixzz5jLsKj4W2
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook
Paradigma Baru Leadership Style Kepala Sekolah
Kesuksesan sebuah sekolah tentu tidak lepas dari peran semua komponen sekolah, khususnya kepala sekolah. Hal ini sesuatu yang berlebihan, sebab kita ketahui bersama bahwa peran seorang kepala sekolah sangatlah krusial dalam sebuah struktur organisasi sekolah. Kepala sekolah dinilai sebagai agent of change, ia sudahlah pasti menjadi sebuah titik tumpu yang diharapkan dapat menjadi garda terdepan dan menyikapi setiap perubahan yang terjadi, baik itu yang sifatnya internal maupun eksternal. Namun, saat ini yang kita hadapi di lapangan masih banyak kepala sekolah yang belum memahami kapasitas dan wewenang mereka. ini disebabkan ketidakpahaman mereka akan paradigma baru leadership style. Sebagaimana yang pernah diungkapkan Mac Gregor (1979), ia mendefinisikan kepemimpinan sebagai pemimpin yang mengajak pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama yang mempresentasikan nilai-nilai dan motivasi, keinginan, kebutuhan dan aspirasi, serta harapan di antara pemimpin dan pengikutnya.
Untuk memperoleh pencapaian tersebut tentu seorang kepala sekolah haruslah mempunyai kapabilitas yang lebih dibanding bawahannya terutama dalam hal kepemimpinan. Karena bisa dipastikan kepala sekolah yang memiliki leadership style akan sangat berbeda dengan kepala sekolah yang tidak memiliki itu. Wirawan (2005) mengungkapkan bagaimana seorang pemimpin harus memiliki leadership style dengan memiliki kemampuan dalam menciptakan visi, mengembangkan budaya organisasi, menciptakan sinergitas kerja tim, memberdayakan tim, menciptakan perubahan, memotivasi tim, dan mewakili sistem sosial. Kemampuan inilah yang akan mempengaruhi sebuah kinerja keorganisasian sekolah dalam mencapai visinya. Menariknya, masih banyak kita dapati kepala sekolah yang belum memahami esensi dari leadership style ini sehingga dalam menjalankan kepemimpinannya terjadi tumpang tindih amanah di antara guru di sekolah.
Bahkan, yang lebih mencengangkan dalam sebuah pelatihan kepenulisan artikel yang dihadiri para kepala sekolah di salah satu kabupaten. Hasilnya, hanya 10 % saja kepala sekolah mampu menulis dari total peserta pelatihan yang hadir. Kenyataan ini begitu memiriskan jika kita bandingkan dengan ekspektasi masyarakat terhadap kepemimpinan seorang kepala sekolah. seyogya, kepala sekolah harus menjadi promotor setiap program-program unggulan di sekolah, baik melalui media cetak maupun elektronik. Tetapi kenyataan berbanding terbalik malah para kepala sekolah tidak mampu melakukan itu dengan berbagai alasan yang hanyalah merupakan alibi sesaat. Pertanyaan “apakah pengangkatan seorang kepala sekolah mengaju pada standar kualifikasi yang ketat ataukah hanya faktor kekerabatan saja? Pertanyaan ini menjadi sebuah tamparan bagi stake holder pendidikan. Hal ini dikarenakan jika pemilihan kepala sekolah tidak dilakukan sesuai mekanisme yang seharusnya, maka ditakutkan nasib sekolah akan terancam stagnan karena dipimpin oleh orang-orang yag tidak memiliki kapabalitas untuk memimpin.
Atas dasar itulah maka sangatlah penting untuk membahas leadership style yang harus dimiliki oleh kepala sekolah. Pertama, kepala sekolah harus memiliki visi. Style ini menempati top position dalam sebuah leadership. Dikarenakan pemimpin akan membawa pola-pola baru ke dalam organisasi yang pimpinnya. Esensi dari sebuah kepemimpinan adalah sebuah visi yang menggambarkan cita-cita masa depan. Sebagaimana yang diungkapkan Ir. Hugua (Bupati Wakatobi) dalam sebuah acara talkshow TV “pemimpin itu harus memiliki visi. Karena jika tidak memiliki visi kita hanya akan jalan di tempat dan tidak mendapatkan apa-apa”. Dalam menciptakan visi seorang kepala sekolah haruslah merembukkan visi secara bersama-sama. Karena kepemimipinan bukanlah solo practice. Di mana semua keputusan hanya bertumpu pada atasan semata. Tetapi bawahan juga berhak mengambil keputusan terutama dalam keadaan genting di mana membutuhkan keputusan segera, dengan tentu masih dalam kordinasi atasan. Kedua, kepala sekolah harus mengembangkan budaya organisasi. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pemimpin haruslah senantiasa berpikir, bersikap, dan berperilaku tertentu sehingga visi yang telah ditargetkan dapat tercapai. Hal ini tentu tidak akan terjadi jika seorang pemimpin tidak menetapkan suatu aturan yang telah disepakati bersama sebagai pedoman dalam dalam menjalankan tugas organisasi. Seperti itu pula yang diharuskan oleh seorang kepala sekolah, di mana diharapkan memiliki kompetensi khusus dalam mengembangkan norma dan nilai yang dapat mempengaruhi seluruh komponen di sekolah. Dengan kata lain, fungsi kepala sekolah adalah bagaimana mengembangkan budaya organisasi yang berorientasi pada penggunaan dan pengembangan nilai-nilai serta norma-norma sebagai unsur budaya. Ini dapat menjadi dirujukan agar sekolah selalu up to date sesuai dengan perkembangan masyarakat. Ketiga, kepala sekolah harus mampu menciptakan sinergitas kerja tim. Sinergitas tim yang dimaksud adalah bagaimana seorang pemimpin harus mampu menerapkan nilai-nilai dan norma demokratis. Sebagaimana yang kita pahami organisasi merupakan sistem sosial yang anggota berasal dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda.
Hal inilah kemudian berpotensi melahirkan konflik dalam tim. Jika seorang pemimpin tidak mampu mensinergikan perbedaaan itu ke arah yang posisitif. Maka, tidak menutup kemungkinan akan terbentuk blok-blok dalam tim. Akibatnya, visi yang telah ditetapkan harus tercederai dengan berbagai kepentingan anggota dalam tim. Keempat, kepala sekolah harus mampu memberdayakan tim. Leadership style seperti ini lebih berfokus bagaimana seorang pemimpin mampu memberdayakan bawahannya untuk memiliki kemampuan dalam membangun, mengelola, mengembangkan, dan meningkatkan daya organisasi yang semula dinilai tidak menguntungkan menjadi sesuatu yang memiliki kekuatan potensial untuk menggerakan aktivitas tim menuju visi bersama. Kelima, kepala sekolah harus mampu menciptakan perubahan. Seorang pemimpin sangat erat kaitannya dengan perubahan. Setiap pemimpin akan menciptakan perubahan sesuai dengan mindset dan pengalamannya. Namun, perubahan yang dimaksud di sini adalah penetapan target dalam kepemimpinan yang meliputi visi dan misi, strategi dan rencana operasional, struktur organisasi, tugas, pembagian tugas, sistem teknologi yang digunakan, dan produk sistem sosial. Proses perubahan ini bertujuan agar sistem sosial yang berkembang dalam lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal tetap sehat dan terjaga keberlangsungannya. Keenam, kepala sekolah harus mampu memotivasi bawahannya. Sebagai seorang pemimpin tentu kepala sekolah memiliki kewajiban untuk selalu memberikan motivasi pada bawahannya. Rutinitas kerja dan banyak tugas yang harus dilakukan bawahan akan membuat mereka dimotivasi. Di sinilah peran pemimpin untuk memberikan suplai energi baru kepada bawahannya sehingga aktivitas organisasi tetap kondusif. Secara lebih spesfik diungkapkan Wirawan (2002): motivasi yang diberikan pemimpin kepada bawahan mempunyai korelasi dengan kinerja mereka. Bahkan, seorang pemimpin yang sering memberikan motivasi di setiap rapat dominan menghasilkan produktivitas kerja tim yang baik dibandingkan pemimpin yang jarang memberikan motivasi.
Maka, tidak heran para praktisi dan trainer kepemimpinan selalu mewanti-wanti agar budaya motivasi terus dibudayakan dalam tim. Ketujuh, kepala sekolah harus mampu mewakili sistem sosial. Pada dasarnya seorang pemimpin adalah wakil dari sistem sosial yang dipimpinnya. Pemimpin dipercaya menjadi tokoh dan simbol dari sistem sosialnya yang mewakili kewajiban memikul tanggung jawab kedinasannya, tanggung jawab sosial, seremonial, dan legal. Dalam tindak-tanduk seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi integritas organisasi yang dipimpinnya dalam sistem sosial. Dalam artian, jika seorang pemimpin melakukan hal-hal yang negatif. Maka, citra orang-orang yang ada dalam organisasi juga akan rusak. Sebaliknya, jika pemimpin melakukan suatu prestasi yang membanggakan. Maka, itu akan menjadi sebuah kebanggaan bersama sebagai hasil dari kerja tim.
Berdasarakan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang kepala sekolah harus mampu dan menguasai leadership style dalam menjalankan tugas kedinasannya. Hal ini mungkin bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dijalankan. Tetapi sebagai seorang pemimpin harus terus berupaya dan terus belajar dari rekan-rekan seperjuangan sesama kepala sekolah sehingga evaluasi diri dapat dilakukan sebagai suatu batu loncatan menuju ke arah visi sekolah yang telah ditetapkan bersama.
Sebagai penutup, dengan penjelasan terkait leadership style yang mesti dimiliki diatas, Semoga dapat menjadi sebuah bahan renungan bagi kita semua terutama bagi para sekolah yang saat ini diberi amanah kepemimpinan dari negara. Tentu besar harapan kita semua kepala sekolah dapat memenuhi ekspektasi masyarakat. Maju mundur sebuah sekolah akan sangat dipengaruhi oleh kepemimpinn kepala sekolah. Jadilah kepala sekolah yang terus belajar dan tahan terhadap kritikan serta mau berubah. Dengan begitu gelar kepala sekolah professional akan menjadi buah terindah dari perjuangan memimpin timnya. “Leadership is not about titles, position or flowchart. It is about one life influencing another”. (John.C. Maxwell).
Langganan:
Postingan (Atom)